Pemanfaatan media sosial dalam Pemilu 2024 telah menjadi fenomena tak terelakkan di Indonesia. Statistik menunjukkan bahwa pada Januari 2023, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 167 juta orang, setara dengan 60,4% dari populasi.
Peran media sosial semakin penting dalam pemilihan kali ini, terutama dengan mayoritas pemilih dari kalangan generasi Z dan milenial, mencapai 56,45% dari total. Data menunjukkan bahwa mayoritas pengguna media sosial di Indonesia berasal dari kelompok usia tersebut, dengan pengguna terbanyak berusia 25-34 tahun, diikuti oleh usia 18-24 tahun.
TikTok menjadi platform media sosial yang paling populer di Indonesia, dengan jumlah unduhan terbanyak pada tahun 2023. Hal ini membuatnya menjadi target utama bagi kampanye politik, terutama karena mayoritas penggunanya adalah generasi muda.
Namun, penggunaan media sosial dalam Pemilu 2024 juga membuka pintu bagi praktik komputasional propaganda. Data menunjukkan bahwa pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memiliki kampanye yang dominan di TikTok, dengan jumlah interaksi tertinggi di platform tersebut. Hal ini menunjukkan adanya upaya komputasional untuk mempengaruhi opini publik melalui algoritma dan otomatisasi.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang keaslian partisipasi politik dalam media sosial. Media sosial cenderung menciptakan ruang partisipasi yang terformat, di mana partisipasi menjadi semu karena pengaruh komputasional propaganda yang mengontrol alur informasi dan kesadaran pengguna.
Selain itu, konten politik di TikTok seringkali dikemas dengan prinsip ludo-politics, yang lebih menekankan pada hiburan daripada substansi politik. Hal ini dapat menghasilkan gejala FOMO, di mana pengguna takut ketinggalan tren dan mengonsumsi konten politik yang dangkal dan mungkin menyesatkan.
Keseluruhan, pemanfaatan media sosial dalam Pemilu 2024 membuka pintu bagi praktik komputasional propaganda yang dapat memengaruhi opini publik dan menghasilkan partisipasi semu dalam politik. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis tentang demokrasi digital dan kemampuannya untuk menghasilkan pemimpin yang mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.