Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah membandingkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia dengan negara lainnya.
Ia mengatakan tarif PPN Indonesia yang saat ini sebesar 11 persen, tercatat sudah tertinggi nomor dua di ASEAN. Jika tahun 2025 PPN naik 2025, makan Indonesia tertinggi di ASEAN.
“Filipina tarif PPN-nya tertinggi di ASEAN sebesar 12 persen, Indonesia 11 persen, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam masing-masing 10 persen, sementara Singapura, Laos, dan Thailand mencapai 7 persen. Kalau tahun depan kita naik 12 persen, menjadi tertinggi di ASEAN,” ungkap Said, Minggu, 17 Maret 2024.
Atas rencana pemerintah tersebut, Said juga menyoroti tingkat daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih jika dibandingkan dengan periode sebelum 2019, atau sebelum pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, ia mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati terkait rencana untuk menaikkan PPN menjadi 12%.
“Saya meminta pemerintah untuk membuat kajian atas rencana kenaikan PPN ini lebih komprehensif, mempertimbangkan semua aspek, bukan semata mata keinginan untuk menaikkan pendapatan negara” kata dia.
Politisi PDIP ini mengatakan konsumsi rumah tangga pada 2023, memang tumbuh 4,82 persen. Namun perlu diingat bahwa pertumbuhan itu masih lebih rendah ketimbang dengan rata rata 2011-2019 yang berada di level 5,1 persen.
“Kita juga bisa mencermati angka Indeks Pejualan Riil (IPR) antara periode sebelum covid19 dengan periode pemulihan sejak dua tahun lalu. Pada tahun 2019 IPR sempat menyentuh 250, dengan angka terendah 220, sementara paska covid19, setidaknya di tahun 2023, IPR tahun 2023 rata rata dibawah 210,” jelasnya.
Ia meminta pemerintah tidak gegabah dalam menetapkan suatu kebijakan. Menurutnya, perlu ada kajian atas rencana keniakan PPN secara komprehensif, mempertimbangan semua aspek, dan tidak hanya sebatas bagaiamana cara menaikkan pendapatan negara dengan dibebankan kepada rakyat.
“Tetapi menimbang bagaimana kondisi perekonomian kita di tahun 2025, terutama daya beli masyarakat, tingkat inflasi di consumer good, perumahan, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus banyak akal untuk menaikkan pendapatan negara tanpa harus membebani rakyat,” pungkasnya.**